Abstract:
Islam sebagai sebuah agama besar memiliki dua sumber ajaran terbesar, yaitu Al-Qur’an dan hadis sebagai pokok kajian hukum Islam terbesar. Melihat dari sejarah kodifikasi antar keduanya, bisa kita ketahui memiliki corak yang sangat jauh berbeda. Al-Qur’an jauh lebih bisa diterima keotentikannya karena secara rasional dari mulai turun ayat sampai penghimpunan terkadang memiliki banyak proses. Adapun hadis tidak jarang ditemui kecacatan di salah satu fase pengodifikasiannya. Melihat hal ini bisa kita pahami bahwa hadis lebih rentan terhadap problem otentisitas. Salah satunya muncul hadis yang bersifat misogini, yaitu hadis dengan redaksi matan yang bertentangan dengan akal dan sebagaimana yang terdapat dalam kitab induk mu‘tabarah. Dalam hal ini, kajian difokuskan pada salah seorang tokoh ahli hadis Khaled Abou El Fadl beserta pandangannya terhadap hadis dan hermeneutik yang digagasnya, khususnya terkait hadis misoginis. Yang melatarbelakangi gagasan El Fadl salah satunya kegelisahannya terhadap fatwa-fatwa sewenang-wenang yang dikemukakan CRLO, di mana mereka menggunakan hadis-hadis misoginis sebagai otoritas tertinggi untuk melegitimasi keabsahan fatwa mereka. Dari kajian ini bisa dilihat corak pemikiran El Fadl meskipun tidak serta merta menyingkap hadis Nabi, akan tetapi yang paling menarik adalah upayanya dalam mengkonstruk dan memadukan dua khazanah pemikiran klasik dan modern khususnya dalam bidang tafsir hadis.