HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)Repositori milik Jurusan HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)http://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/9962024-03-29T05:25:33Z2024-03-29T05:25:33ZPRESPEKTIF KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DALAM TINJAUAN HUKUM TATA NEGARA ISLAMAIDIL IHSANhttp://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/281112023-01-19T02:37:13Z2022-12-30T00:00:00ZPRESPEKTIF KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DALAM TINJAUAN HUKUM TATA NEGARA ISLAM
AIDIL IHSAN
ABSTRAK ‘Aidil Ihsan, 15301500003. Judul Skripsi “Perspektif Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Tinjauan Hukum Tata Negara Islam”. Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah, UIN Mahmud Yunus Batusangkar. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana Lembaga Pemberantasan Korupsi dalam Hukum Tata Negara Islam. Tujuan pembahasan ini untuk mengetahui dan menggambarkan Lembaga Pemberantasan Korupsi dalam Hukum Tata Negara Islam dan menganalisis bagaimana tinjauan hukum tata negara Islam. Metode Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian pustaka atau library research yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti mengenai Lembaga Pemberantasan Korupsi dalam Hukum Tata Negara Islam. Penelitian ini bersifat deskripsi-analisis yaitu analisis hanya sampai tahap deskripsi. Penelitian ini dapat dikategorikan jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu yang berkaitan dengan Lembaga Pemberantasan Korupsi ditinjau dalam perspektif Hukum Tata Negara Islam. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan Metode Normatif. Pendekatan normatif yaitu pendekatan ini dilakukan dengan cara mendekati permasalahan dari segi hukum, pembahas, dan mengkaji buku-buku dan ketentuan perundang-undangan yang telah ada yang berkaitan dengan Lembaga Pemberantasan Korupsi menurut prespektif hukum tata negara Islam. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa, Menurut pandangan Hukum Tata Negara Islam keberadaan lembaga pemberantasan korupsi adalah boleh (mubah) sepanjang lembaga pemberantasan korupsi tersebut memberikan kemaslahatan umat. Hukum Tata Negara Islam Sendiri tidak ditemukan referensi yang tepat mengenai lembaga independen seperti lembaga pemberantas korupsi, tetapi secara hakikatnya tugas dan wewenang yang dimiliki Wilayah Mazhalim, hampir ada kemiripan dengan Lembaga Pemberantas Korupsi, Walaupun Wilayah Mazhalim lebih luas tidak hanya persoalan korupsi. Wilayah Mazhalim adalah lembaga yang suatu kekuasaan dalam bidang peradilan yang lebih tinggi dari pada Hakim dan Mah’tasb.
2022-12-30T00:00:00ZUPACARA KEMATIAN PADA MASYARAKAT NAGARI TALUAK KECAMATAN LINTAU BUO KABUPATEN TANAH DATAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMSISKA ELASTA PUTRI, M.Sihttp://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/279862024-02-17T15:15:08Z2021-04-25T00:00:00ZUPACARA KEMATIAN PADA MASYARAKAT NAGARI TALUAK KECAMATAN LINTAU BUO KABUPATEN TANAH DATAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SISKA ELASTA PUTRI, M.Si
SISKA ELASTA PUTRI, M.Si
The death ceremony is one of the traditional ceremonies carried out by the community in Nagari Taluak, Lintau Buo District, Tanah Datar regency. The implementation of this ceremony began from the first day the body was buried until the next hundred and ten days. The problem arising is how does the Islamic law perspective view the implementation of this traditional death ceremony? The method used in this research is qualitative method. Data collection was carried out by participatory observation and in-depth interview. The research findings are (1) if the ceremony is carried out by praying together, in the sense that the priest presides and the others agree, then there is no prohibition, (2) if the ceremony is held by holding a banquet, where the family of the deceased cooks food even to slaughter cows or goats, the priests of the four and the scholars agree that the act is makruh, (3) but it is permissible if it aims only to entertain the guests with the intention only to glorify them.
2021-04-25T00:00:00ZPengisian Kekosongan Jabatan Gubernur Yang Meninggal Dunia Dalam Perspektif Fqih SiyasahSITI ARMIAhttp://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/274072023-01-19T02:55:04Z2022-08-19T00:00:00ZPengisian Kekosongan Jabatan Gubernur Yang Meninggal Dunia Dalam Perspektif Fqih Siyasah
SITI ARMIA
SITI ARMIA. NIM. 1830203078. Judul skripsi “Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur Yang Meninggal Dunia Dalam Perspektif Fiqh Siyasah” Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Mahmud Yunus Batusangkar. Tahun 2022 Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana regulasi dan mekanisme dalam pengisian jabatan kepala daerah yang meninggal dunia dalam perspektif fiqh dusturiyah. Bagaimana pengisian jabatan Kepala daerah dalam fiqh dusturiyah, sebagaimana diketahui bahwa jika terjadi kekosongan jabatan terjadi maka kekosongan jabatan Kepala Daerah yang akan secara otomatis menimbulkan banyaknya masalah dalam tata penyelenggaraan pemerintahan. Maka dalam hal ini akan berdampak pada terhambatnya kinerja pemerintah dalam administrasi maupun pengambilan keputusan dalam menjalankan pemerintahan sehingga akan muncul masalah-masalah baru mengenai kewenangan dan banyak nya hambatan-hambatan yang terjadi dalam tata kelola pemerintahan tersebut. Jenis penelitian yang penulisl gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari sumber hukum primer yaitu Al-Quran, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 18 ayat (4), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015. Dan bahan hukum sekunder yaitu hadist tentang pemilihan kepemimpinan, UU No. 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Naional Daerah. Dan bahan hukum tersier yaitu buku Hukum positif dan ketatanegaraan, jurnal ilmiah, skripsi, dan artikel yang terkait dengan pokok pembahasan penulis. Hasil dari penelitian ini adalah pertama regulasi pengisian jabatan kepala daerah telah diatur di dalam Undang-Undang, baik sebelum reformasi maupun setelah reformasi sampai kepada masa orde baru. Dimana pengisian jabatan di dalam undang-undang tersebut memiliki berbagai cara dalam undang-undang dalam pengisiannya. Perubahan setiap undang-undang menunjukkan bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan kepala daerah di Indonesia masih bermasalah. Dengan adanya beberapa kali perubahan undang-undang mengenai pemilihan kepala daerah, dapat kita lihat bahwa terdapat banyaknya koreksi mengenai cara pemilihan kepala daerah yang kurang sesuai dengan konstitusi negara Indonesia. Sedangkan dalam ketatanegaraan islam, prinsip pengisian jabatan di dalam fiqh dusturiyah yaitu mengacu pada prinsip musyawarh atau syura. Dimana prinsip ini tergambar secara umum dari peralihan kepemimpinan Nabi Muhammad Saw kepada keempat khalifah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,dan Ali bin Abi Thalib, yang mana prinsip tersebut kemudian doteorikan oleh para ulama.Kedua, dalam Islam pemilihan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu musyawarah (syura) yang dilakukan oleh umat Islam untuk memilih, kemudian pemilihan yang disetujui oleh rakyat lalu dilakukan pembaiatan secara bersamaan. Pemilihan yang dilakukan oleh umat Islam melalui ahlul halli wal-aqdi, waliy al-ahdi, dan bai’at.
2022-08-19T00:00:00ZPersyaratan Pendidikan Calon Anggota Legislatif Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Prespektif Fiqih Siyasah Dusturiyah.ULFA ASTINhttp://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/274062023-01-19T02:55:03Z2022-08-19T00:00:00ZPersyaratan Pendidikan Calon Anggota Legislatif Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Prespektif Fiqih Siyasah Dusturiyah.
ULFA ASTIN
ABSTRAK ULFA ASTIN. NIM. 1830203083. Judul Skripsi: “Persyaratan Pendidikan Calon Anggota Legislatif Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Prespektif Fiqih Siyasah Dusturiyah”. Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mahmud Yunus Batusangkar. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Persyaratan Pendidikan Calon Anggota Legislatif Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Prespektif Fiqih Siyasah Dusturiyah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pendapat yang pro dan kontra terhadap syarat pendidikan calon anggota legislatif menurut UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari sumber hukum perimer yaitu, Al-Qur’an, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sumber hukum sekunder yaitu, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dan bahan hukum tersier yaitu, buku Hukum Positif dan Ketatanegaraan Islam, pendapat para ahli, jurnal ilmiah, skripsi, artikel terkait dengan pokok pembahasan penulis. Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pertama anggota legislatif dengan tamatan SMA sederajat telah memenuhi syarat yang disampaikan dalam undang-undang, namun untuk menjadi wakil rakyat dengan tamatan SMA Sederajat bisa dikatakan belum ahli atau berwawasan dengan adanya keterbatasan pendidikan. Mahfud MD menyatakan bahwa pendidikan itu adalah kunci yang mempunyai makna filosofi tersendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan menjadi ukuran utama kemajuan suatu bangsa dimana peroses terus menerus yang tidak terhenti, yang berarti pendidikan harus selalu bergerak dan tidak setatis. Plato juga mengemukakan bahwa Negara harus dikuasai oleh ahli fikir atau filsafat, karena hanya filsuf yang dapat melihat persoalan sebenarnya dalam kehidupan, yang dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Oleh sebab itu pendidikan sangatlah penting, karena dengan pendidikan seseorang akan lebih mampu untuk memecahkan persoalan-persolan yang terjadi di zaman modern ini karena dengan pengetahuannya itu terbentuklah peraturan yang bermanfaat untuk kemaslahatan bangsa Indonesia. Kedua Al-Mawardi dan Ibn Khaldun menyatakan bahwa untuk menjadi Ahl al-Halli wa al-Aqdi adalah orang yang benar-benar mampu mengemban amanah, adil, dan berwawasan luas (ilmu agama dan ilmu umum) yang harus dimiliki sampai di level mampu berijitihad yang berarti anggota legislatif harus menguasai benar semua cabang ilmu agama dan umum. Jika kelembagaan legislatif terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) maka sebuah lembaga negara akan mudah memecahkan persoalan ataupun mengatur Negaranya ke arah Baldatun Toyibatun Wa Robun Ghafur, karena semuanya akan berlandasakan kepada Al-Qur’an dan Sunnah dalam menetapkan suatu aturan atau kebijkan-kebijkan pemerintahan.
2022-08-19T00:00:00Z