Abstract:
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana keberadaan nafkah
anak akibat dari cerai fasakh karena mahram dan murtad, bagaimana takaran nafkah
akibat cerai fasakh dan bagaimana padangan hukum Islam terhadap akibat hukum
dari pernikahan yang fasakh.
Tujuan dari penelitian ini secara teoritis dapat menambah khazanah keilmuan
bagi penulis dalam rangka sumbangan pemikiran
Jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
pustaka
Hasil penelitian yang diperoleh adalah Hukum Islam memandang bahwa cerai
fasakh akibat murtad mengakibatkan pernikahannya putus namun bisa nikah ulang
apabila pasangan yang murtad tersebut kembali ke jalan Islam, namun untuk cerai
fasakh akibat mahram pernikahannya putus untuk selama-lamanya karena pernikahan
yang dilakukan karena adanya hubungan mahram merupakan sebuah pernikahan yang
bertentangan dengan syara’, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum Islam. Kedudukan nafkah anak akibat cerai
fasakh karena mahram, nikah waktu kecil, kurang syarat dan murtad menjadi
tanggung jawab seorang ayah karena pada potongan ayat surat Al-Baqarah ayat 233
tersebut terdapat salah satu jenis keumuman lafal yakni isim mausul, sehingga
dengan makna tersebut dapat dipahami bahwa seorang anak yang dilahirkan adalah
kepunyaan ayah sehingga ayah lah yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan anak
sampai pada anak tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Standarisasi nafkah bagi anak akibat cerai fasakh disesuaikan dengan kemampuan
seorang ayah dan juga tradisi atau kebiasaan masyarakat setempat dengan merujuk
kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
13 tahun 2012 tentang Komponen Kebutuhan Hidup Layak.