Abstract:
Permasalahan dalam skripsi ini adalah dalam ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum disingkat dengan UU Pemilu memberikan kewenangan yang begitu besar kepada Badan Pengawas Pemilu disingkat dengan Bawaslu. Bawaslu tidak hanya sekedar menjadi lembaga pengawas melainkan juga bertindak sebagai lembaga peradilan untuk memutus sengketa proses pemilu. UU pemilu memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk memutus pelanggaran administrasi TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), namun UU Pemilu tidak mengatur batas waktu dari kewenangan Bawaslu untuk menyelesaikannya, sehingga melahirkan masalah diantanya masalah yang terjadi dalam Putusan Bawaslu Pronvinsi Lampung Nomor 02/Reg/L/TSM-PW08.00/X11/2020. Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan dengan dua rumusan yaitu bagaimana penyelesaian sengketa Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung (Putusan Bawaslu, KPU dan MA) dan bagaimana tinjauan fiqh siyasah terhadap proses penyelesaian sengketa Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung. Data penelitian ini dihimpun menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau library research dengan tipologi kualitatif yaitu hasil penelusuran dari bahan kepustakaan tersebut dianalisis dan dideskripsikan secara komprehensif terkait proses penyelesaian sengketa Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung berdasarkan Putusan (Bawaslu, KPU dan MA), selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan teori hukum Islam, yaitu fiqh siyasah. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Putusan Bawaslu dan Putusan KPU Kota Bandar Lampung dilihat dari aspek formilnya belum terpenuhi karena putusan yang diterbitkan sudah melewati batas waktu yang ditentukan (kadaluwarsa) untuk penerbitan putusan sedangkan jika dilihat dari aspek materilnya sudah terpenuhi karena sudah sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) aspek formil dan materil putusannya sudah terpenuhi dikarenakan MA sebagai lembaga yudikatif berwenang menyelesaikan pada tingkat pertama dan terakhir yang mana keputusannya bersifat final dan mengikat. Adapun menurut Fiqh Siyasah, penyelesaian sengketa Pemilihan Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung dapat ditarik benang merah bahwa dalam kajian fiqh siyasah, Bawaslu sesuai dengan konsep fiqh siyasah melalui wilayah al hisbah sebagai lembaga pengawasan. Namun Bawaslu sebagai lembaga peradilan (wilayah al qada’) dalam memutus sengketa yang terjadi pada saat pemilihan kepala daerah tidak efektif dan tidak relevan dengan kewenangannya sebagai lembaga pengawas, lebih efektif diselesaikan oleh MA sebagai lembaga peradilan.