Abstract:
Nurhasna. NIM 1730203053. Judul Skripsi: “Pemberlakuan UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Tinjauan Konsep Otonomi Daerah dan Fiqh Siyasah”. Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar tahun akademik 2022. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana konsep pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan bagaimana pula tinjauan fiqh siyasah terkait konsep otonomi daerah terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana konsep pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pula tinjauan fiqh siyasah terkait konsep otonomi daerah terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Jenis penelitian ini adalah peneletian hukum normatif (library research). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Teori yang dipakai adalah Teori Pertambangan Mineral dan Batubara, Teori Kewenangan, Teori Otonomi Daerah dan Teori Fiqh Siyasah. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan ini dapat disimpulkan bahwa berlakunya Undang-Undang Minerba pasca perubahan ini mengakibatkan pengurangan kewenangan pengelolaan minerba daerah yang dialihkan pada pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/kota dihapus/dihilangkan (Pasal 7 dan Pasal 8 UU Minerba 2020). Walaupun nanti pemerintah pusat akan mendelegasikan perizinan melalui PP/Permen (Pasal 35 ayat (4) UU Minerba 2020) akan tetapi jika dilihat dalam Undang-Undang ini hampir semua kewenangan pemerintah daerah ditarik ke pemerintah pusat. Dalam“hal ini bertentangan dengan Pasal 18 dan Pasal 18A UUD 1945 tentang Otonomi Daerah.” Dan pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan berdasarkan Undang-Undang yang baru ini jika dilihat dari batas-batas kewenangan. Jika merujuk pada konsep hukum Islam, dari sejarah ketataNegaraan Nabi Muhammad SAW sampai dengan Khulafaur Rasyiddin dapat dikatakan mengandung asas desentralisasi. Pemerintahan pusat (Khalifah) memberikan pelimpahan kekuasaan bidang tertentu yakni mengumpulkan pajak di daerah, mengelola administrasi daerah dan memberi pelayanan ke rakyat di daerah, memelihara keamanan di daerah, menarik kharaj dan memungut zakat, menegakkan dan menyebarluaskan agama Islam di daerah, secara vertikal kepada pemerintahan daerah (gubernur) dimana para gubernur bertanggung jawab kepada Khalifah.