Abstract:
Sartika Afrida Firdaus, NIM 1630401165, Judul Skripsi: “Pelaksanaan Bagi Hasil Petanian Pengelolaan Sawah yang Menggabungkan Pengelolaan Padi dan Cabai (Studi Kasus di Jorong Pincuran Gadang)”. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan dan bagi hasil pertanian setelah panen di Jorong Pincuran Gadang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan dan bagi hasil pertanian setelah panen di Jorong Pincuran Gadang. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan penarikan kesimpulan. Akad bagi hasil pertanian yang dilaksanakan oleh masarakat Jorong Pincuran Gadang tidak sesuai dengan akad muzara’ah dari aspek syarat akad muzara’ah karena bagi hasil tanaman sudah ditentukan dari awal dalam bentuk kuantitas yang dipastikan, bukan dalam bentuk nisbah yang merupakan syarat sah semua akad bagi hasil, sehingga tidak terjadi keadilan dalam melaksanakan akad yaitu kaidah al-ghunm bi alghurm (sama-sama berlaba atau sama-sama rugi sesuai dengan hasil kotor atau hasil bersih yang diperoleh). Maka, bentuk akad yang sesuai dalam akad tersebut adalah akad sewa menyewa tanah yang sesuai dengan perbedaan pendapat para ulama tentangnya. Bahkan akad tersebut, dekat dengan bentuk akad ribawi (fixed interest) karena adanya laba yang pasti dan ditentukan di awal akad atas penggunaan suatu aset tidak berobah, karena tanah dapat disamakan dengan uang. Akad bagi hasil yang dikenal sapatigo adalah sebuah penamaan yang tidak benar karena adanya penyerahan hasil kepada pemilik lahan dalam jumlah yang dipastikan dalam bentuk nominal bukan berdasarkan nisbah atau persentase dari hasil yang diperoleh. Akad sapatigo yang disebut oleh masyarakat Pincuran Gadang dimana dia bukanlah suatu akad bagi hasil pertanian yang sejalan dengan aturan Islam, sudah merupakan tradisi turun temurun yang terjadi di Pincuran Gadang.